Rabu, 02 Maret 2016

My 3 a.m Thought

Hai my 3 a.m thought...
Bagaimana bisa sebuah pertemuan tanpa sengaja mengubah segalanya? Sebuah percakapan tanpa sengaja pun dimulai. Dua insan yang pada awalnya tidak saling kenal bisa menjadi begitu dekat hanya lewat pertemuan tak disengaja itu. Tak terbesit sedikit pun bahwa pertemuan itu menjadi awal dari segalanya. Segala yang baru yang kupikir telah mati dalam diriku.
Tak ada yang istimewa dari pertemuan itu, tapi ketika diingat pertemuan itu menjadi begitu berkesan. Tak ada yang spesial yang dibahas ketika percakapan tak disengaja itu, hanya percakapan basa-basi antara orang yang baru saling mengenal. Pada awalnya, tak ada yang aneh diantara kita. Semuanya berjalan seperti lazimnya pertemanan biasa.
Sebelumnya, tak pernah kudengar namanya disebut orang. Tapi setelah mengenalnya, aku banyak mendengar orang menyebut namanya. Dia memang bukan orang sembarangan. Anak basket, berbadan proporsional, tinggi, pintar, baik, begitulah orang mengelu-elukan sosoknya. Bukan hanya pujian, tetapi juga banyak omongan miring tentangnya. Playboy, tukang PHP, suka permainkan perempuan, begitulah sebagian orang menyebutnya.
Tak ada satupun dari pembicaraan orang-orang aku simak dengan baik. Karena pada dasarnya, aku tak peduli tentang bagaimana orang menilai dirinya. Aku ingin mengenalnya sendiri dengan mata kepalaku sendiri. Dia memang pujaan hampir semua wanita. Hanya saja mungkin banyak yang merasa dikecewakan olehnya karena dianggap memberi harapan palsu. Seperti yang pernah dia katakan “Tidak akan ada yang namanya harapan palsu kalau tidak ada yang berharap”. Kali ini aku setuju dengan kata-kata itu. Tetapi sayangnya, tak semua orang berpikiran sama seperti itu.
Pertemuan tak disengaja itu memang tak begitu banyak membawa perubahan. Kami pada dasarnya hanyalah sebatas teman. Bahkan tak pernah bertemu atau saling sapa di sekolah. Tapi semuanya tak berhenti disitu. Ada kesempatan lain yang datang dan pertemuan itulah yang memberi lebih banyak perubahan.
Saat itu, tiba-tiba aku dipilih menjadi panitia sebuah lomba basket yang diadakan sekolahku. Dalam acara tersebut, pasti tim basket sekolahku main dan pasti dia juga ikut main. Disitulah ceritanya berlanjut. Aku masih ingat betapa canggungnya kami ketika saling sapa. Bagaimana kakunya aku saat berbicara dengan nya di acara itu semuanya masih teringat jelas.
Percakapan basa-basi pun dimulai. Semuanya aku jawab sepengetahuanku. Tanpa sadar, aku selalu mencari cara bagaimana bisa menonton dia saat bermain. Aku tau permainannya masih belum sebagus atlet basket profesional. Tapi, semuanya berkat belajar kan. Tak ada yang instan. Semua atlet profesional yang kita lihat telah sukses sekarang, pasti juga pernah mengalami masa-masa belajar, masa-masa gagal. Tapi semua kegagalan bukan untuk disesali melainkan untuk motivasi agar bisa menjadi lebih baik.
Masih belum terpikir olehku semuanya akan menjadi panjang seperti sekarang. Ketika tanpa sadar, aku nyaman dengan keadaan dia ada di dekatku. Dia bukan orang yang selalu ada di sebelahku ketika aku butuhkan. Dia juga bukan seperti pahlawan yang siap membantu setiap kali aku ada masalah. Dia bukan seperti gambaran lelaki sempurna seperti yang dielu-elukan perempuan lain. Dia juga bukan lelaki brengsek seperti yang dikatakan orang-orang.
Bukan hanya 1 atau 2 orang yang memperingatiku untuk berhati-hati. Jangan sampai aku sakit hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Aku tidak menolak perkataan mereka mentah-mentah atau memilih menerima kata-kata mereka. Aku hanya membiarkan semuanya mengalir seperti bagaimana harusnya. “If it meant to be, it will be”. Itulah yang selalu aku katakan pada diriku sendiri.
Aku tau begitu banyak perempuan yang mengidolakan dia, aku juga tau ada yang iri melihatku. Mereka ingin berada di posisiku. Tapi percayalah, aku tak bermaksud untuk menyakiti mereka. Aku ingin mengikuti kata hatiku. Tapi aku tak berusaha untuk memiliki harapan lebih. Terlalu cepat untuk aku meyakinkan diriku bahwa akulah perempuan yang dia butuhkan. Apalagi saat melihat dia bersama yang lain, aku takut suatu saat dia menemukan yang lebih dan beralih.
“Tidak akan ada harapan palsu jika tidak ada yang berharap” itulah yang harus aku ingat selalu. Aku tak mau nanti harapan yang telah ada tiba-tiba hilang hanya karena kecerobohanku yang begitu cepat menumpukan harapan. Jika dia memang memilihku, tanpa adanya harapan dia akan tetap bersamaku. Egois memang aku menjaga hatiku sendiri tanpa memikirkan dia. Tapi aku hanya berusaha untuk melindungi perasaanku sendiri. Karena bagaimana pun aku belum yakin bahwa dia memilihku. Tak ada alasan yang kuat bagiku untuk meyakinkan bahwa aku pantas.
Dan dia juga pernah bilang selesaikan dulu masalahku dengan seseorang yang sebenarnya aku kenal di waktu yang hampir bersamaan dengannya. Aku memang lebih dulu dekat dengan seseorang ini daripada dia. Sebut saja namanya ‘X’. Mungkin memang aku dan ‘X’ sering terlihat bersama. Aku tau bahwa ‘X’ sangat menyayangiku. Tak bisa aku pungkuri, aku tak ingin ‘X’ mengambil jalan hidup yang salah. Aku peduli padanya. Tapi aku tak ingin dia pergi karena merasa ‘X’ lebih pantas untukku atau alasan sebagainya yang berhubungan dengan ‘X’.
Pada dasarnya, bagiku mereka bukanlah pilihan. Aku tak ingin salah satu dari mereka pergi atau semacamnya. Mungkin lebih tepatnya menghindariku karena melihatku telah bersama yang lain. Aku tak tau apa yang ada di pikiran dia tentang ini. Begitu juga di pikiran ‘X’. Bahkan apa yang ada di pikiranku sendiri aku tak mengerti. Aku harus memilih di antara 2 orang yang seharusnya menurutku mereka bersama-sama bukan malah saling bersaing seperti ini. Semuanya semakin membingungkan ketika keduanya berusaha menjadi dewasa dengan menyuruhku untuk tidak memilih diri mereka sendiri. Apa itu pikiran yang dewasa atau kekanak-kanakan ntah la.
Pada akhirnya, aku harus memprioritaskan salah satunya. Dan tanpa sadar, hatiku telah menentukan mana yang ia prioritaskan. Tapi justru setelah aku memilih, aku takut untuk berharap. Bukan hanya 1 atau 2 kali dia mengatakan sayang. Dan dari awal semua ungkapan perasaannya tak ada yang benar-benar aku anggap bercanda. Hanya saja aku berusaha untuk tidak mengindahkannya. Tapi semakin lama, timbul perasaan ingin memberi sinyal positif terhadap apa yang dia ungkapkan.
Aku memang tak berani mengungkapkan secara langsung. Aku terlalu takut jika aku salah mengira. Karena kalau memang seperti itu, berarti nasibku sama saja seperti perempuan-perempuan lainnya. Yang aku lakukan hanya menunggu dan melihat bagaimana setiap perubahan yang ada.
Semakin hari kita semakin canggung dan seakan-akan kehabisan bahan. Aku gak tau kenapa apa karena kita yang sudah terlalu dekat atau bagaimana. Tanpa sadar, beberapa kali aku tak bisa mengontrol perasaanku sendiri. Perasaan-perasaan aneh muncul dan itu yang kadang mengganggu suasana obrolan kami. Apa dia juga merasakan hal yang sama? Aku tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
Aku tak ingin mengharapkan sesuatu yang tak mungkin. Tapi untuk saat ini aku hanya berharap agar dia bisa menjadi seperti dulu lagi. Mungkin tak ada yang berubah secara signifikan diantara kita hanya saja sudah terlalu dekat dan semakin hari semakin tak jelas bagaimana hubungan ini sebenarnya. Semakin canggung karena perasaan yang ada selalu ditutupi karena takut disakiti.
Begitulah pada akhirnya. Cerita ini jika memang tak memungkinkan untuk dilanjutkan, biarkan saja cerita ini mengambang tanpa ujung dan menjadi khayalanku belaka. Karena pada kenyataannya, bisa berkenalan dengannya saja sudah menjadi bagian dari mimpi indah yang tak pernah terbayangkan olehku. Apalagi menjadi dekat seperti ini, tak pernah terpikirkan sedikit pun olehku.